Jumlah pintu masuk Pasar Bastiong Ternate yang sangat banyak dan besaran tarif retribusinya yang dianggap sangat banyak dan besar diduga jadi penyebab sepinya pembeli. Keluhan pun datang dari pedagang ikan dan mengaku hal itu memicu kurangnya pendapatan mereka.
Ternate, Pijarpena.id
Anjas (30 tahun), salah satu pedagang ikan di pasar Bastiong mengatakan, dampak dari tarif pintu masuk tersebut, membuat pembeli enggan datang ke pasar yang berdampak kurangnya pembeli.
“Pembeli selalu membayar double karcis masuk ke pasar Bastiong sehingga lebih memilih berbelanja ke pasar lain,” ucapnya pada Pijarpena.id, Sabtu (09/08/2025)..
Akibatnya dari sepinya pembeli, tutur Anjas, tentu berdampak pada pendapatan pedagang.
“Biasanya satu hari rata-rata 500 ribu rupiah. Kalau pembeli banyak paling tinggi pendapatan sehari satu sampai dua juta. Tapi itu jarang-jarang,” ungkap Anjas.
Ia menyebutkan ada tiga titik pembayaran retribusi ketika pembeli berbelanja di pasar Bastiong, diantaranya pintu masuk pasar ikan, parkiran kawasan barito Bastiong dan karcis pintu keluar jalur selatan terminal Bastiong.
“Kalau pasar di ikan Gamalama, walaupun dorang (pihak terkait) hanya memakai satu pintu masuk bayar karcis, namun semua bahan bisa dibeli, seperti ikan, barito, sayur, dan lain-lain,” ungkapnya.
Menurut Anjas, ada ketimpangan kebijakan retribusi antara pasar ikan Bastiong dan pasar ikan Gamalama sehingga pembeli lebih memilih berbelanja di pasar Gamalama dibanding di Bastiong.
“Saya berharap pada dinas terkait, kalau bisa biaya karcis masuk itu kasih turun sedikit harganya supaya pembeli pun tidak keberatan masuk berbelanja,” tuturnya penuh harap.
Hal senada juga disampaikan Novita, salah satu pembeli yang pernah berbelanja di pasar Bastiong. Ia mengaku pernah tiga kali membayar bayar karcis masuk hanya dalam sekali berbelanja di pasar Bastiong.
“Sudah bayar pintu masuk pasar ikan Rp.2.000. Dobol lagi bayar parkiran ketika keluar membeli barito dan lain-lain. Belum lagi bayar karcis pintu keluar pasar jalur selatan terminal Bastiong,” keluhnya.
Ia berharap pada pemerintah untuk mengurangi biaya tarif yang dipatok Rp.2.000 menjadi Rp.1.000. sehingga tidak membebankan pembeli ketika belanja.
“Boleh saja bayar dobol tapi kalau boleh kurangi biayanya. Lebih bagusnya lagi Rp.500,” pungkasnya penuh harap.
Hingga berita ini diturunkan, belum berhasil mendapatkan konfirmasi pihak terkait mengenai keluhan tersebut. (rud/fm)