Kekerasan anak secara nasional sepanjang tahun 2024 disebutkan berada di angka 21 ribu. Maluku Utara sendiri sangat kecil dengan jumlah 314 kasus anak menjadi korban kekerasan dengan rata-rata kekerasan tertinggi yaitu kekerasan psikis dan juga seksual.
Ternate, Pijarpena.id
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Dian Sasmita mengatakan, dengan angka sekecil itu, pemerintah jangan dulu gembira.
“Karena anak-anak korban kekerasan yang lain ini belum terdata secara keseluruhan” ujar Dian pada Pijarpena.id, Senin (28/07/2025) malam.
Menurutnya, hal yang mengakibatkan sebagian para korban kekerasan belum terdata dikarenakan keterbatasan layanan akses pendampingan, seperti pendampingan hukum, pendampingan psikososial serta rehabilitasi fisik, mental dan psikis.
Selain itu, ia menyebutkan Maluku Utara ini terdiri dari delapan kabupaten dan dua kota, secara geografis mempunyai akses berbasis kepulauan sehingga hal ini butuh keseriusan untuk bisa mengoptimalkan akses pengaduan korban kekerasan.
“Jadi ini bagian dari pekerjaan rumah besar. Pemerintah Provinsi (Pemprov) Maluku Utara perlu memastikan setiap kabupaten dan kota harus menyediakan layanan pendampingan itu dalam bentuk Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA),” ucapnya.
Dian juga menambahkan, kalau UPTD PPA itu sudah ada, maka harus melibatkan minimal ada pekerja sosial dan psikolog dan juga bantuan hukum. Hal ini bertujuan untuk melakukan pendampingan terhadap anak korban secara profesional.
“Jadi kami tetap berkomitmen semaksimal mungkin dengan pihak pemerintahan provinsi untuk memastikan penyediaan layanan itu harus mudah diakses oleh anak korban kekerasan,” pungkasnya. (rud/fm)